BOOK review
Started on: 13.Juli.2012
Finished on: 15.Juli.2012
Ibuk, by Iwan Setyawan
Judul Buku : Ibuk,
Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 312 Halaman
Tahun Terbit: 2012
Harga: Rp 49,300 (http://www.pengenbuku.net)
Rating: 4/5
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Malam itu, Bayek berjanji menulis sejarah keluarga buat keponakan-keponakannya. Agar mereka tidak terputus dengan sejarah keluarga, agar mereka tahu perjuangan kakek, nenek, dan ibu-bapak mereka. Agar mereka lebih menghargai hidup yang mereka lalui sekarang. Agar mereka lebih mencintai ibu, bapak, dan kakek-nenek mereka."
Tepat itulah isi dari buku ini, sebuah kisah tentang perjalanan sebuah keluarga serta perjuangannya, yang telah membuatku menghargai kehidupan yang aku miliki sekarang sekaligus mencintai orangtuaku. Kisah ini dimulai dari seorang perempuan bernama Tinah, gadis yang bahkan tidak sempat menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar, yang saat berusia 17 tahun sudah didorong untuk menikah. Sehari-hari, Tinah membantu Mbok Pah menjaga kiosnya di Pasar Batu; dan di tempat itulah ia dipertemukan dengan jodoh hidupnya: seorang kenek angkot yang biasa dipanggil Sim, lelaki yang terkenal sebagai playboy pasar. Meskipun Tinah mempunyai kesempatan untuk memperoleh lelaki yang lebih mapan daripada Sim, ia teguh dengan pilihannya dan memutuskan bahwa ia rela hidup susah bersama dengan lelaki pilihannya.
Setelah menikah, awal perjalanan mereka baru dimulai. Tinah melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Isa. Sejak hari itu Sim menjadi Bapak, dan Tinah menjadi Ibuk. Sekitar satu tahun kemudian lahirlah anak kedua yang diberi nama Nani. Anak ketiga mereka adalah seorang anak laki-laki yang telah ditunggu-tunggu oleh Sim; anak itu diberi nama Bayek. Setelah kelahiran Bayek, keluarga Bapak membangun sebuah rumah kecil yang sederhana untuk menampung mereka semua. Rumah kecil mereka pun bertambah ramai dengan kehadiran Rini, disusul oleh Mira yang menjadi anak bungsu di keluarga mereka. Lima orang telah terlahir dari rahim Ibuk, dan kini Ibuk dan Bapak harus berjuang untuk menghidupi kelima anak mereka. Ibuk pun bertekad bahwa anak-anaknya harus bersekolah, agar tidak menjadi seperti dirinya yang bahkan lulus SD saja tidak.
"Sampai saat ini, aku masih terngiang kata-kata Ibuk kepada Mbak Isa. Cintanya melahirkan tekad untuk kehidupan yang lebih baik, untuk anak-anaknya. Agar anak-anaknya tidak melalui jalan hidup yang sama dengan jalan hidup yang telah ia lalui dahulu."
Perjalanan hidup keluarga Bapak tidaklah selalu mudah; dengan pekerjaan Bapak sebagai supir angkot, uang yang mereka miliki selalu pas-pasan, bahkan terkadang harus meminjam uang. Namun Ibuk tidak pernah menyerah, ia selalu berusaha irit dalam menggunakan uang, agar ia selalu bisa membayar uang sekolah anak-anaknya, membelikan buku pelajaran, dan kebutuhan rumah mereka sehari-hari. Namun terkadang ada hari yang lebih buruk dari hari yang lain, ketika angkot Bapak selalu mogok dan Bapak harus mengeluarkan uang lebih untuk perbaikan. Semakin hari mereka semakin khawatir; dan yang dipertanyakan oleh Bapak kepada Ibuk selalu "Belanja buat besok masih ada tah?"
"Membesarkan lima orang anak membutuhkan napas yang panjang. Tak pernah mudah, tak pernah berhenti."
"Mungkin, anak-anak ini melihat kesungguhan hati orangtua mereka yang telah berjuang tak kenal lelah untuk lima anaknya. Mungkin, anak-anak ini telah merasakan keringat bapaknya menetes di kulit mereka. Mungkin, cinta Ibuk telah memasuki darah mereka, lewat bubur beras merah dan sinar matanya yang syahdu.... Isa dan adik-adiknya ingin berjuang seperti mereka. Ingin memberikan cinta yang penuh kepada orangtuanya."
Lewat kisah ini, kita dibawa menyaksikan perjalanan hidup sebuah keluarga yang tinggal di Gang Buntu; perjalanan yang walaupun terkadang sulit, penuh keringat bahkan air mata, mereka tidak pernah berhenti berjuang. Sebuah keluarga yang selalu bergandeng tangan saling mendukung satu sama lain, berusaha mengubah jalan hidup anak-anak mereka.
Membaca buku ini mengingatkanku kepada kedua orangtua, yang dulu juga berjuang keras agar bisa menghidupi keluarga yang baru mereka bangun. Setiap kali membaca kalimat demi kalimat dalam buku ini, aku dibuat merenung, "sedemikian besarkah perjuangan orangtua demi anak-anaknya, bahkan merelakan diri mereka untuk hidup lebih menderita hanya untuk anak-anak?". Setelah membaca novel Ibuk ini, aku yakin jawabannya adalah "ya". Seperti kutipan yang aku tulis di awal review, bahwa tulisan ini akan membuat para anak-anak lebih menghargai kehidupan yang mereka miliki sekarang; sekaligus lebih mencintai kedua orangtua mereka.
Ini adalah pertama kalinya aku membaca karya Iwan Setyawan, meskipun sudah mendengar banyak tentang buku pertamanya yang berjudul 9 Summers 10 Autumns, sayangnya aku belum sempat membaca buku tersebut. Meskipun begitu, novel Ibuk yang adalah novel keduanya pun telah menaruh kesan yang sangat baik untukku. Selain gaya penulisannya yang puitis sekaligus menyentuh hati, kisahnya sendiri sudah menggugah emosi. Meskipun dalam buku ini tidak terlalu banyak konflik yang terjadi, entah mengapa hanya cerita tentang Ibuk yang sedang memasak nasi goreng untuk anak-anaknya sudah terasa sangat emosional untukku. Demikian pula halnya saat Ibuk tidak bisa membelikan Bayek sepatu baru yang diinginkannya; entah mengapa aku turut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh karakter Ibuk. Dan dari kisah kehidupan Bayek yang sangat sederhana di masa kecil, ia bisa mencapai sesuatu yang luar biasa. Oleh karena itu menurutku buku ini adalah sebuah buku yang sangat menginspirasi dan memotivasi.
"Lima orang anak sudah ketika Ibuk baru mengetahui program Keluarga Berencana. Mereka sudah di tangannya dan Ibuk memberikan apa pun yang ia miliki untuk mereka. Dengan hatinya. Mereka sudah ada dalam genggamannya dan Ibuk tak akan membiarkan mereka terjatuh. Begitu tekadnya."
"Hidup memang menantang. Hidup kadang melempar, kadang menampar. Tapi hidup terlalu megah untuk diakhiri oleh diri sendiri. Bukankah keindahan hidup seringkali ditemukan dalam pilu?"
Jika harus memilih satu karakter favorit dari buku ini, aku akan memilih karakter sang Bapak. Meskipun dalam buku ini sepertinya fokus lebih banyak tersorot kepada Ibuk, akan tetapi menurutku Bapak adalah peran yang sangat berpengaruh. Selama puluhan tahun lamanya ia menarik angkot, bekerja keras di bawah teriknya sinar matahari dari pagi hingga malam, demi menghidupi keluarganya. Dan walaupun judul buku ini adalah Ibuk, aku tidak ingin serta-merta menyimpulkan bahwa hanya Ibuk yang berjasa dan melupakan sosok Bapak. Menurutku, seperti perjuangan Ibuk yang amat hebat, Bapak pun adalah seorang pejuang yang luar biasa dan patut diacungi jempol.
"Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi keluarga. Ia tidak pernah berhenti. Ia tidak pernah menyerah. Terus berjuang untuk anak-anak dan keluarga. Tidak lulus SMP, beliau menjadi kenek angkot. Setelah menjadi kenek angkot, Bapak ingin menjadi sopir angkot. Menjadi sopir angkot untuk orang lain saja tidak cukup, Bapak mencoba menabung untuk membeli angkot bekas. Ia tak pernah berhenti berjuang menghidupi kelima anaknya. Dengan apa pun yang ia miliki. Hidup Bapak penuh gelombang besar. Tidak mudah, tapi Bapak selalu memikul tanggung jawab dengan berani."
Mungkin setelah menjelaskan hal-hal yang aku sukai dalam buku ini, akan dipertanyakan mengapa aku memberikan rating 4 untuk buku ini? Alasannya sebenarnya adalah penilaianku sendiri secara subjektif; karena aku adalah seorang pembaca yang cinta konflik, tidak adanya konflik besar dalam novel ini terkadang membuatku menginginkan sesuatu yang lebih. Nevertheless, menurutku buku ini tetaplah sebuah karya yang luar biasa. Seperti sebuah reminder bagiku, bahwa tanpa perjuangan dan keringat kedua orangtuaku, aku bahkan mungkin tidak bisa menuliskan review ini. Jadi, bagi yang sedang membaca reviewku ini, ingat-ingatlah perjuangan orangtua kalian, cintai dan hormati mereka karena mereka patut mendapatkannya :)
woooo... aku malah belom selesai baca,tp samaaa karakter yg aku suka juga bapak... keren reviewnya...
ReplyDeletehihihi makasiihh mba ingeee :**
DeleteNICE REVIEW!!!!!!!!
ReplyDeleteSalam kenal, saya sudah baca ibuk (tepatnya baru aja setenga jam yang lalu selese baca) dan baru lihat review selengkap ini...
ijin bookmark yah...^^
salam kenal ^^ makasih udh mampirr ;))
ReplyDeleteuda selesai baca buku 1-nya kah?
ReplyDeleteI think you must read 9 Summers 10 Autumns first before "Ibuk", baru jalan ceritanya enak dinikmati.
Saya juga terbalik, baca "ibuk" dulu baru baca buku "9 Summers 10 Autumns"...
but anyway, can't wait for your next review...^^
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete