.
BOOK review
Started on: 12 April 2022
Finished on: 17 April 2022
Finished on: 17 April 2022
Title: Heartbreak Motel
Author: Ika Natassa
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Hidup tidak pernah berhenti menyimpan misteri, menyembunyikan arti, tidak selalu memberikan jawaban atas setiap pertanyaan, dan sementara itu, pertanyaan baru akan terus lahir, menuntut dan menagih jawaban."
Ava menemukan panggilan hati sebagai aktris sejak ia berusia enam belas tahun. Belasan tahun ia lalui berpindah dari satu peran ke peran yang lain—ada yang dia pilih, ada yang memilihnya. Di tengah itu semua, ia berusaha membuat semua yang tidak dipahaminya tentang takdir jadi terasa masuk akal. Ava tidak peduli meskipun setiap selesai memikul peran, dia harus menyepi di suatu tempat yang disebutnya Heartbreak Motel untuk memulihkan diri. Di ulang tahunnya yang ketiga puluh, dimulai dari tempat itulah banyak pertanyaan baru menyergapnya—tentang masa lalu, masa kini, dan juga masa depannya.
"Berapa lama? Berapa lama aku bisa terus bahagia dengan cara absurd yang kupilih ini?"
"Ava tujuh tahun yang lalu juga tak tahu bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini, termasuk bahagia. Semuanya harus kita bayar, ada yang cukup dengan uang, ada yang dengan perasaan, dengan pengorbanan, dengan rasa sakit, dengan harga diri, dan untuk beberapa hal, dengan kemerdekaan memutuskan sendiri."
Sewaktu Ika Natassa mengumumkan bahwa ia akan merilis buku baru, tanpa pikir panjang aku langsung memutuskan untuk mengikuti pre-order-nya. Setelah menunggu hampir 2 bulan, akhirnya buku Heartbreak Motel sampai di tanganku dan aku baca hari itu juga. Ika Natassa adalah salah satu penulis lokal favoritku, jadi tentu saja aku membaca buku ini dengan ekspektasi yang cukup tinggi. Sejak bab pertama, penulis berhasil membuatku penasaran dengan ceritanya dan apa yang akan terjadi kemudian. Aku sedikit kecewa saat tahu bahwa bab pertama yang mencekam itu ternyata bukanlah cerita utama buku ini đ. Bab-bab selanjutnya sebetulnya tidak kalah menarik, tapi karena bagian awalnya sangat intens, alur cerita sesungguhnya malah jadi terkesan 'hambar' đ€. Apakah mungkin ke depannya Ika Natassa menjadikan bab pertama itu sebuah novel tersendiri? *berharap dalam hati* đ€Ł
"Berapa lama waktu yang kaubutuhkan untuk benar-benar mengenal seseorang? Sebulan? Tiga bulan? Setahun? Lima tahun? Ukurannya bukan waktu karena waktu itu cuma ruang. Peristiwa di dalamnya yang membuat kita mengenal, dan mungkin, memaklumi, memahami, atau justru membenci."
"Risiko itu ngga bisa dilihat sebagai musuh. Kalau aku bilangnya ada yang namanya necessary risk. Risiko yang memang tetap harus kita ambil biar bisa tumbuh bisnisnya kalau ngomongin perusahaan, biar bisa tetap menikmati hidup kalau kita ngomongin manusia."
Heartbreak Motel ditulis dari sudut pandang orang pertama karakter utamanya, Ava Alessandra—seorang aktris terkenal yang sudah memenangkan banyak penghargaan. Ada bagian buku ini yang menjelaskan tentang beberapa metode akting yang biasanya dianut oleh para aktor dan aktris untuk menyampaikan ceritanya kepada penonton. Setiap kali Ava mendapatkan sebuah peran, ia juga berusaha menghidupi karakter tersebut—termasuk pergolakan emosi yang dialami dalam berbagai adegan. Oleh karena itulah, setelah menyelesaikan sebuah film, Ava mengambil waktu untuk menyendiri di suatu tempat yang disebutnya Heartbreak Motel untuk memulihkan diri dan mencari jati dirinya kembali. Di tempat itulah dia dipertemukan dengan Raga. Ava menyukai kenyamanan yang ia rasakan bersama Raga yang tidak mengenalnya sebagai seorang aktris. Namun, kenyataan yang ditutupi itu malah menimbulkan banyak kerumitan yang harus Ava tanggung sendiri pada akhirnya.
Karena buku ini ditulis dari sudut pandang pertama, pembaca dapat melihat secara langsung konflik batin yang dialami oleh Ava—termasuk semua ketakutan, kekhawatirannya, dan juga luka emosionalnya akibat masa lalu. Aku berusaha keras untuk bersimpati dengan karakternya, tapi harus kuakui kalau Ava bukanlah karakter favoritku. Ada beberapa momen dimana sahabat Ava, Lara, menyuarakan rasa geregetanku terhadap keputusan yang diambil oleh Ava. Lara adalah karakter yang menyenangkan dan sangat setia kawan, tapi terkadang guyonannya terasa berlebihan dan tidak mendukung perkembangan plot. Satu-satunya karakter yang paling aku suka adalah Raga, walaupun ia rasanya terlalu sempurna dan too good to be true đ€Ł. Meskipun aku tahu Raga hanyalah karakter fiksi semata, perhatiannya dan kata-kata yang ia ucapkan membuatku ikutan jatuh hati đ„°. Aku juga suka interaksi Ava dan Raga lewat hal-hal sederhana yang berhasil membentuk chemistry antara keduanya secara alami. Selain dari itu, aku tidak akan menceritakan terlalu banyak untuk menghindari spoiler bagi yang belum baca đ€.
"A partial truth is not a lie? A partial truth is just necessary truth? Sana, Va, bilang itu pada orang yang menyukaimu apa adanya di saat yang kautunjukkan ke dia jauh dari apa adanya."
"Mengerti diri sendiri itu perkara paling sulit seumur hidup seorang manusia. Human being is a home to complications and confliction."
Di samping kisah cinta Ava, sebetulnya ada konflik lain yang tidak kalah menarik yaitu tentang keluarga Ava. Saat masih kecil, ia ingat ayahnya pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali, sehingga ibunya harus membesarkan Ava seorang diri. Kejadian tersebut meninggalkan banyak pertanyaan bagi Ava—hingga suatu hari ia mendapatkan kesempatan untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurutku konflik ini seharusnya digali lebih dalam karena apa yang terjadi di masa lalu sangat mempengaruhi karakter Ava yang ada di masa sekarang. Sayangnya, aspek cerita yang ini hanya mendapat porsi kecil mendekati akhir. Sewaktu membaca, aku ikut syok bersamaan dengan Ava karena tidak menduga bahwa kenyataan yang harus ia terima tentang masa lalunya ternyata sangat pahit đ„ș.
Overall, meskipun alur cerita buku ini tidak memenuhi ekspektasiku, aku tetap
menikmati gaya penulisan Ika Natassa dari awal hingga akhir. Awalnya aku sempat bingung karena beberapa kali alurnya tiba-tiba lompat ke masa lalu di tengah pembicaraan atau tiba-tiba ada karakter lain yang berbicara dengan konteks waktu yang berbeda. Tapi setelah membaca beberapa bab, sepertinya aku jadi terbiasa dengan cara penulisan yang unik ini đ. Selain itu, membaca kisah Ava juga membuatku melihat sisi kehidupan seorang artis yang selalu disorot oleh publik. Sorotan yang seharusnya jadi sesuatu yang positif terkadang bisa menjadi tekanan yang tidak diharapkan. Banyak monolog Ava dalam buku ini yang membuatku ikut memikirkan perasaan seorang artis dalam situasi-situasi tertentu—terutama di masa ketika semua orang bisa berpendapat di media sosial seperti sekarang. Walaupun ada beberapa hal yang terasa kurang memuaskan, aku akan terus menantikan karya-karya Ika Natassa yang berikutnya karena sudah terlanjur suka sama tulisannya đ„°.
"Karena tidak ada yang mengalahkan rasanya menerima dan diterima, mencintai dan dicintai.Apa adanya.Tanpa tetapi."
No comments:
Post a Comment