photo wishlist_zps2544b6d7.png

Wednesday, September 11, 2013

Book Review: My Cup of Tea by Nia Nurdiansyah

.
BOOK review
Started on: 5.September.2013
Finished on: 7.September.2013

Judul Buku : My Cup of Tea
Penulis : Nia Nurdiansyah
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 354 Halaman
Tahun Terbit: 2013
Harga: Rp 38,250 (http://www.pengenbuku.net/)

Rating: 3/5
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Seandainya kami memutuskan untuk bersama, lalu ternyata hubungan kami tidak berhasil, apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku akan kehilangan dia. Karena itu, aku lebih suka berada di dalam zona nyaman. Aku tidak pernah berharap pada sesuatu yang tidak pernah kuusahakan, karena itu hanya akan membuatku kecewa."
Shereen merasa bahagia saat Art, kekasihnya, menunjukkan sebuah sketsa sebuah rumah kepadanya. Ia melihat tindakan itu sebagai sinyal positif yang diberikan oleh Art - bahwa hubungan mereka akan berlanjut ke tahap yang lebih serius. Akan tetapi saat menceritakan hal itu kepada Dipi - sahabat baiknya sejak kecil, lelaki itu tidak berpikiran sama dengan Shereen. Dipi merasa bahwa Art melakukan itu untuk menyenangkan Shereen, dan untuk menutupi sesuatu dari perempuan itu.

Shereen dan Dipi sudah bersahabat sejak mereka masih duduk di bangku SD; Dipi kelas 3 SD, dan Shereen kelas 6 SD. Pertemuan pertama mereka di sebuah taman yang mereka sebut Secret Garden, berlanjut hingga petualangan yang seru dan kegiatan yang menyenangkan untuk keduanya. Sejak Shereen mengajaknya untuk melakukan ritual minum teh di taman itu, Dipi mulai menyukai teh dan membuat kue-kue - meskipun itu bukanlah hal yang lazim untuk seorang anak lelaki. Mereka bertumbuh besar bersama, dan Shereen selalu melihat Dipi seperti adik laki-lakinya sendiri. Dan Dipi sangat tidak menyukai hal itu.
"Bagaimana jika Shereen hanya menjadikanku sebuah pilihan, bukan prioritas? Mengapa aku harus memilih bertahan di samping seseorang yang hanya menjadikanku pilihan, sementara dia tidak tahu selama ini dirinya dijadikan sebuah prioritas?"
Sudah lama Dipi menyadari perasaannya yang lebih dari sekadar sahabat pada Shereen, namun ia berusaha keras tidak terlihat demi menjaga persahabatannya. Semenjak Shereen menjalin hubungan dengan Art, Dipi merasa sahabatnya itu berubah. Dan entah bagaimana, Dipi tahu ada sesuatu yang salah dalam tindakan Art terhadap Shereen. Kecurigaan Dipi mulai berwujud nyata saat tiba-tiba Art memberitahu Shereen bahwa ia berhasil masuk universitas di Korea Selatan untuk program master. Fakta bahwa Art memberitahu hal sepenting itu hanya satu minggu sebelum keberangkatannya membuat Shereen bingung.
"Meskipun dikecewakan, lagi, tapi aku masih saja lumer dengan rayuannya. Sudah saatnya aku memeriksakan diri. Mungkin ada yang salah dengan otakku. Mengapa aku tidak pernah bisa berkata tidak, marah, atau mungkin jujur dengan apa yang benar-benar kuinginkan dari hubungan ini."
Selama satu minggu itu, Shereen memberikan seluruh waktunya untuk bersama dengan Art - bahkan melupakan janji-janjinya dengan Dipi. Setelah satu minggu itu berlalu, Shereen baru mengetahui bahwa Dipi pun akan pergi meninggalkannya ke Korea Selatan. Di tengah kesepiannya, Shereen memutuskan untuk menyusul Art ke Korea Selatan - dan bahkan telah memantapkan hati untuk merelakan karier-nya demi bersama dengan Art. Dan perjalanannya ke Korea Selatan membawa Shereen berkenalan dengan seorang pria bernama Park Min Ho. Apakah yang akan menjadi takdir cinta Shereen? Bersama Art, Dipi - sahabatnya sejak kecil, atau Park Min Ho - lelaki baik yang baru saja dikenalnya?
 
Baca kisah selengkapnya di My Cup of Tea.
image source: here. edited by me.
Ini adalah pertama kalinya aku membaca karya Nia Nurdiansyah, tetapi ini bukan pertama kalinya aku membaca kisah dengan premis yang serupa. Jika diingat-ingat, mungkin buku dengan tema sahabat-jadi-cinta yang pernah aku baca bisa mencapai 10 buku (atau bahkan lebih). Sehingga sama sekali tidak ada yang baru, dan sedikit banyak akhir ceritanya sudah bisa kutebak. Meskipun dengan tema yang sudah sering dipakai ini, aku cukup menikmati gaya penulisan Nia Nurdiansyah dalam buku ini.

Satu hal yang cukup membuatku bingung dalam buku ini adalah sudut pandang yang digunakan dalam penceritaannya. Buku ini dimulai dengan menggunakan sudut pandang ketiga, kemudian tiba-tiba berubah menjadi sudut pandang pertama Dipi, beberapa bab kemudian kembali ke sudut pandang ketiga, kembali ke Dipi lagi, lalu tiba-tiba muncul sudut pandang pertama Shereen yang berlangsung cukup panjang, dan kemudian ditutup dengan sudut pandang ketiga. Aku rasa akan lebih baik jika penulisnya memilih salah satu saja, atau setidaknya menjelaskan bab tersebut sedang berbicara dari sudut pandang yang mana. Karena tanpa ada label apa-apa, sudut pandang tiba-tiba berubah. Sehingga saat aku kira yang sedang berbicara adalah Dipi, tetapi setting-nya kok seperti pembicaraan perempuan - dan aku baru sadar bahwa sudut pandangnya berubah menjadi Shereen. Sedangkan untuk alur ceritanya sendiri, bagian awal kisahnya lebih banyak menceritakan persahabatan Dipi-Shereen yang berawal dari mereka kecil hingga dewasa. Meskipun cukup disayangkan karena aku kurang merasakan chemistry persahabatan antara keduanya. Cerita selanjutnya sebagian sudah aku tuliskan di atas, dan aku tidak akan menulis lebih banyak supaya tidak spoiler bagi yang belum baca :)) Untuk ukuran buku yang bisa dikatakan cukup tebal, aku berharap ceritanya akan mempunyai konflik yang 'rumit'. Tetapi ternyata alur ceritanya cukup lambat dan lumayan datar. Buku ini juga didominasi oleh narasi yang lebih banyak dibandingkan dialog antar-karakternya. Tapi hal itu masih cukup kunikmati karena penulisannya yang baik :)

Sayangnya, tidak ada karakter yang menjadi favoritku dari novel ini - bahkan Dipi yang pandai memasak itu. Aku rasa setiap karakter yang ada dalam cerita ini tidak terlalu keluar personality-nya. Bahkan aku merasa ada karakter yang sebenarnya tidak perlu mendapat sorotan lebih seperti Miranda (salah satu teman Shereen) dan Park Min Ho. Perubahan hubungan antara Shereen dan Miranda sebenarnya tidak memberikan perubahan yang berarti pada plot ceritanya. Demikian pula dengan Park Min Ho yang tiba-tiba muncul, out of nowhere. Aku rasa akan lebih seru jika ceritanya fokus pada perkembangan hubungan Shereen dengan Art/Dipi.

Meski dengan ceritanya yang cukup klise dan juga beberapa kekecewaanku terhadap buku ini, aku tetap menikmatinya. Walaupun ada banyak narasi dalam ceritanya, gaya penulisan yang mengalirlah yang membuatku memberikan bintang 3 untuk buku ini.

by.stefaniesugia♥ .

1 comment:

  1. yap, inti ceritanya nggak jelas, lebih baik kalo fokus sama Dipi dan profesinya pasti akan lebih menarik :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...