photo wishlist_zps2544b6d7.png

Friday, January 15, 2016

Book Review: Cafe Waiting Love by Giddens Ko

.
BOOK review
Started on: 5.January.2016
Finished on: 12.January.2016

Judul Buku : Cafe Waiting Love (等一個人咖啡)
Penulis : Giddens Ko
Penerbit : Penerbit Haru
Tebal : 404 Halaman
Tahun Terbit: 2016
Harga: Rp 64,600 (http://www.owlbookstore.co.id)

Rating: 4.5/5
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Berbicara tentang ini, aku juga tidak mengerti kenapa aku sangat suka mengumpulkan berbagai penjelasan di balik sesuatu.
Dari kopi, klub, setiap detail kecil, aku merasa bahwa sangatlah masuk akal untuk bisa mengenal baik seseorang dengan memperhatikan hal-hal kecil tentangnya. Hal-hal semacam itu seakan bisa membantuku memahami seseorang dalam waktu singkat."
Li Siying adalah seorang siswa kelas 3 SMA yang bekerja sambilan di sebuah cafe bernama Cafe Waiting Love. Rekan kerjanya di kafe tersebut, Albus, adalah seorang lesbian yang ahli membuat kopi jenis apa saja meskipun ia sendiri bukanlah peminum kopi. Ia bahkan bisa meracik kopi secara khusus bagi pelanggan iseng yang sembarang menyebutkan nama kopi. Pemilik kafe tersebut dipanggil Nyonya Bos, dan ia memiliki menu khusus yang diberi nama 'Racikan Spesial Nyonya Bos' yang dibuat dengan mencapurkan berbagai bahan aneh. Pemesannya berkesempatan untuk mengobrol bersama Nyonya Bos sampai minuman itu habis. Di kafe tersebut, Siying juga dapat bertemu dengan Zeyu, seorang ketua klub debat pecinta kopi kenya yang ia sukai. Zeyu selalu datang ke kafe dengan kekasihnya, tetapi Siying terus bersabar menantikan saat ketika Zeyu menyadari keberadaannya.

"Kemudian dimulai dari sebuah salah paham dan segelas kopi moka hangat, aku mengenal A Tuo. Sosok yang sangat pemalu sampai nyaris tidak memiliki emosi; pria berusia 22 tahun yang memiliki senyuman tulus."
Lewat kakaknya, Siying juga mengenal sosok yang bernama A Tuo, lelaki yang sering dipermalukan oleh teman-temannya karena pacarnya direbut oleh seorang lesbian. Saat A Tuo dan teman-temannya datang ke kafe, Siying yang memahami perasaan dipermalukan merasa ia perlu menegakkan keadilan dan memutuskan untuk melabrak teman-teman A Tuo. Berkat Siying, A Tuo tidak lagi dijadikan bahan tertawaan dan ia merasa sangat berterimakasih pada Siying yang telah mengubah hidupnya. Sejak saat itu, keduanya menjadi akrab dan A Tuo membawa Siying mengenal teman-temannya yang unik. Di Cafe Waiting Love, banyak orang yang sedang dalam penantian, menantikan kemunculan seseorang yang mereka harapkan.
"Apa aku ingin membuktikan pada Zeyu bahwa akulah orang yang ditakdirkan untuknya?
Memberi pembuktian untuk cinta, bukankah adalah hal yang paling penting?"
image source: here. edited by me.
Sejak membaca novel Giddens Ko yang berjudul You Are the Apple of My Eye, aku terus berharap Penerbit Haru akan menerjemahkan karyanya yang lain karena aku sangat menikmati gaya penulisan serta pembawaan ceritanya. Oleh karena itulah saat aku mendapat tawaran dari Penerbit Haru untuk me-review buku ini, tentu saja aku menerimanya dengan senang hati :)

Seperti buku Giddens Ko yang aku baca sebelumnya, buku ini berhasil membuatku merasa mengenal setiap karakternya dengan baik—terutama karena pembaca mengikuti kisah mereka yang berjalan selama beberapa tahun. Cerita yang ditulis dari sudut pandang pertama Siying ini menceritakan banyak hal tentang orang-orang di sekitarnya serta penantian mereka. Bagiku buku ini tidak hanya berpusat pada kisah percintaannya saja, tetapi jauh lebih daripada itu. Lewat kisah ini aku belajar beberapa hal tentang menghadapi kehidupan, persahabatan, menjalin hubungan yang baik dengan orang—tidak peduli seberapa anehnya mereka, hingga mengenal diri sendiri dengan lebih baik. Di balik semua itu, membaca buku ini adalah pengalaman yang menyenangkan karena aku bisa ikut berkenalan dengan teman-teman Siying dan A Tuo yang unik dan menghibur. Dan meskipun alur ceritanya terasa agak lambat di beberapa bagian, aku menikmati setiap adegannya terutama bagian ending! Setelah terus-menerus dibuat penasaran tentang Siying akan jadian dengan siapa, ending-nya yang manis membuatku memekik senang. Seperti yang dikatakan oleh Siying di bagian awal, akhir dari cerita ini mungkin hanyalah sebuah permulaan. Meskipun tentu saja aku sebenarnya ingin sekali mengetahui kelanjutannya, open ending semacam ini juga cukup memuaskan karena aku jadi bisa menentukan apa yang terjadi kemudian sesuai dengan imajinasiku :))
"Aku sendirilah yang melepaskan kebahagiaan yang berharga itu. Aku sama sekali tidak pernah memikirkan perasaannya yang sakit setiap kali ditolak olehku. Aku hanya ingin terus menikmati kebahagiaan yang dirasakan saat dia mengejarku, tapi tidak berani bergandengan dengannya menantang masa depan yang tidak pasti."
Salah satu hal yang membuatku menyukai buku ini adalah karakternya yang beragam dan juga apa saja yang mereka lalui; oleh karena itu aku akan membahas beberapa yang berkesan untukku :) Yang pertama adalah kisah yang menyayat hati di balik 'Racikan Spesial Nyonya Bos'. Tentu saja aku tidak akan menceritakan semuanya dalam review ini karena nantinya jadi tidak seru bagi yang belum membaca. Yang jelas nama Cafe Waiting Love benar-benar merepresentasikan cerita masa lalu Nyonya Bos. Dan lewat ceritanya yang cukup bittersweet itu, aku belajar bahwa dalam menjalani sebuah hubungan, pasangan tidak boleh takut untuk melangkah. Pada waktu itu Nyonya Bos terlalu nyaman menikmati masa-masa indah saat lelaki yang ia sukai mengejarnya, namun malah tidak berani untuk meraih kebahagiaan itu bersama. Dan walaupun tidak sama persis, dalam cerita ini Siying pun juga melalui fase yang serupa.

Karakter dua yang akan aku bahas adalah Zeyu, lelaki yang ditaksir oleh Siying. Karakter ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat berarti untukku, yaitu untuk tidak selalu berusaha keras menyesuaikan atau mengubah diri agar disukai oleh orang lain. Dengan setiap perempuan yang dibawa oleh Zeyu ke Cafe Waiting Love, ia tidak pernah menunjukkan kesukaannya pada kopi kenya dan selalu memesan minuman yang sama seperti kekasihnya. Dan melalui karakter ini pembaca akan menyadari bahwa saat kita tidak menjadi diri kita sendiri, cepat atau lambat kita akan merasa lelah karena harus terus memuaskan orang lain.
"Semua orang jadi begitu sopan terhadapnya, membuat dia merasa semakin tidak leluasa. Keinginannya untuk berbaur dengan orang lain berubah menjadi tujuan terbesar di dalam perjalanan hidupnya."

Tentunya aku tidak akan lupa membahas karakter A Tuo, yang adalah favoritku dari buku ini. Karakter yang pada awalnya terlihat sebagai sosok yang pemalu dan bisa ditindas ternyata jauh lebih menarik setelah pembaca mengenalnya lebih jauh. Karakternya yang menyenangkan dan tulus membuatku mengerti mengapa semua orang sayang serta peduli kepadanya. Teman A Tuo yang paling berkesan untukku adalah Abang Bao, seorang ketua gangster yang hobi menonton film. Aku sangat suka karakter ini karena ia melakukan sesuatu yang menunjukkan betapa gagah beraninya sosok A Tuo <3 Selain itu aku juga suka cerita masa lalu yang diceritakan oleh Giant tentang A Tuo. Aku tidak akan menceritakannya dalam review ini karena menurutku bagian tersebut adalah kejutan yang menyenangkan; sebuah cerita yang menunjukkan bahwa takdir Siying dan A Tuo sudah terjalin jauh sebelum mereka mengenal satu sama lain. A Tuo masih mempunyai banyak teman unik yang lain, tetapi akan lebih menyenangkan jika kalian berkenalan sendiri dengan mereka :) Dan salah satu kutipan favoritku dalam buku ini adalah pemikiran A Tuo tentang 'aku di sepuluh tahun kemudian' dalam mengahadapi apa pun, terutama masalah. Menurutku kata-katanya sangat bijaksana dan dapat menjadi sesuatu yang bisa aku terapkan dalam kehidupanku sendiri :))
"Sejak kecil aku sudah terbiasa menggunakan 'aku di sepuluh tahun kemudian' untuk melihat hal yang sedang terjadi, sehingga dalam banyak hal sebenarnya aku sama sekali tidak memedulikannya. Misalnya, petugas toko yang salah memberi uang kembalian ataupun pelayan yang salah mengantarkan pesanan makananku—hal-hal kecil seperti itu. 'Aku di sepuluh tahun kemudian' pasti tidak akan peduli, jadi kenapa 'aku yang sekarang' ini harus marah? Sangat memboroskan waktu dan pikiran."
Seperti yang aku katakan sebelumnya, masih ada banyak karakter lain dengan kisah-kisah mereka sendiri dalam buku ini, jadi tentu saja aku tidak akan membahas semuanya satu-persatu agar tidak spoiler. Yang jelas buku ini berhasil menghiburku dengan setiap karakternya yang dikupas secara perlahan-lahan seiring berjalannya cerita. Keseluruhan setting serta alur ceritanya yang terasa seperti kehidupan nyata membuatku seolah benar-benar mengenal Siying, A Tuo, dan teman-teman mereka. Dan untuk buku Giddens Ko yang kali ini pun terjemahannya terasa sangat luwes sehingga aku bisa menikmatinya dengan sangat baik. Overall, mengikuti perjalanan hidup Siying selama beberapa tahun dalam buku ini sangat menyenangkan; dan yang paling aku suka adalah pesan-pesan bermakna yang bisa dipetik dari ceritanya :)

Bagi yang belum tahu, Cafe Waiting Love ini sudah diadaptasi menjadi film pada tahun 2014. Aku akan menonton film-nya dan kemudian menuliskan movie adaptation review untuk membandingkan keduanya :)

↓↓↓↓↓↓

 
by.stefaniesugia♥ .

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...